A.
Konsep
dan Perkembangan Teori Belajar Kognitif
Istilah
kognitif sendiri walau banyak dipopularkan oleh piaget dengan teori
perkembangan kognitifnya, sebenarnya telah dikembangkan oleh Wilhelm Wundt
(Bapak Psikologi). Menurut Wundt kognitif adalah sebuah proses aktif dan
kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui
pengalaman-pengalaman. Wundt percaya bahwa pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif yang kemudian disimpan dalam memori (DiVesta, 1987 dalam buku: Belajar dan Pembelajaran. Prof.. Dr. Suyono, Mpd. & Drs. Hariyanto,M.S.)
pengalaman-pengalaman. Wundt percaya bahwa pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif yang kemudian disimpan dalam memori (DiVesta, 1987 dalam buku: Belajar dan Pembelajaran. Prof.. Dr. Suyono, Mpd. & Drs. Hariyanto,M.S.)
Ada
lima gagasan pokok yang melandasi revolusi kognitif ini seperti dinyatakan oleh
Steven Pinker (2002), yaitu:
1. Dunia
mental (pikiran) dapat dibumikan pada dunia fisis mellalui konsep-konsep
tentang informasi, komputasi dan umpan balik.
2. Pikiran
tidak mungkin seperti papan tulis kosong karena papan tulis kosong tidak dapat
berbuat apa-apa.
3. Suatu
rentang yang tidak terbatas menyangkut perilaku dapat dibangkitkan oleh
program-program gabungan tertentu di dalam pikiran.
4. Mekanisme
mental universal dapat menjadi dasar timbulnya berbagai macam variasi tindakan
lintas budaya.
5. Pikiran
adalah suatu sistem kompleks yang tersusun dari bagian-bagian yang saling
berinteraksi.
Perspektif kognitif
membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Pengetahuan
deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau
disebut pula pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif rentangnya luas,
dapat tentang fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi atau tentang
hukum dan aturan.
2. Pengetahuan
prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses-proses yang harus
dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik atau
implementasi dari suatu paham.
3. Pengetahuan
kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana
mengimplementasikan baik pengetahuan deklaratif, maupun pengetahuan
prosesdural. Pengetahuan ini amat penting karena menentukan kapan penggunaan konsep
dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah.
B.
Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
1.
Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
·
Asimilasi.
·
Akomodasi.
·
Equilibrasi (penyeimbangan).
Proses belajar yang dialami seorang
anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan yang dialami seorang anak
yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami
siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit
dan perasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif
seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara
berfikirnya.
Belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.
Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
2. David Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika
“pengatur kemajuan (belajar)” didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan
tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi
umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada
siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang
berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Dengan demikian kunci keberhasilan
belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang
dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan
belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya
sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel
mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu:
·
Belajar dengan penemuan yang bermakna.
·
Belajar dengan ceramah yang bermakna.
·
Belajar
dengan penemuan yang tidak bermakna.
·
Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
3. Jerome Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat
menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui
pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang
khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang
efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan
program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental
intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa
kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan
tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga
tahap itu adalah:
a.
Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru.
b.
Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
c.
evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil
tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan
seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga
ada empat tema pendidikan yaitu:
a.
Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.
b.
Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
c.
Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.
d.
Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cara
untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan
bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran
intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner
beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam
kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga
pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan
bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi,
dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.
4. Mex Wertheimenr
Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori
belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943
yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari
pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan
menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).
Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt
adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan
antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potongan-potongan atau
bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru
memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung
persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar
bagian.
Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada
awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar
harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada
bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi
arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.
5. Kurt Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori
belajar Conitive-Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan
psikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari
perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku
merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu
seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar
individu seperti tantangan dan permasalahan.
C.
Penerapan Teori Belajar Kognitif
dalam pembelajaran di SD
Menurut Piaget (William C. Crain)
adalah benar bahwa belajar tidak harus berpusat pada guru atau tenaga
kependidikan, tetapi anak harus lebih aktif. Oleh karenanya peserta didik harus
dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya. Konsekuensinya
materi yang dipelajari harus menarik minat belajar peserta didik dan menantang
sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses pembelajaran.
Kesadaran anak akan keterlibatannya
dalam proses pembelajaran perlu diarahkan guru. Oleh karena itu guru atau
pendidik harus terlibat bersama peserta didik dalam proses belajar itu.
Selain itu Piaget juga
mengisyaratkan bahwa kemampuan berpikir anak dengan orang dewasa itu berbeda.
Implikasinya berarti bahwa sekuensi (urutan) bahan pembelajaran dan metode
pembelajaran harus menjadi perhatian utama. Berikut ini beberapa pemikiran piaget
yang dapat diterapkan untuk mendidik anak (Elkind, 1976; Heuwinkel, 1996 dalam
buku Perkembangan Anak, John W. Santrock)
a.
Gunakan pendekatan konstruktif..
b.
Melakukan pembelajaran fasilitatif alih-alih
pembelajaran langsung
c.
Pertimbangkan pengetahuan anak dan tingkat pemikiran
mereka.
d.
Gunakan penilaian yang berkesinambungan.
e.
Tingkatkan kesehatan intelektual murid.
f. Ubahlah ruang kelas menjadi ruang
eksplorasi dan penemuan.
0 komentar:
Posting Komentar