1.
Pengertian
Teori Behaviorisme
Rumpun
teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah
laku yang dapat diamati atau diukur. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat
molekular, karena memandang kehidupan individu tediri atas unsur-unsur seperti
halnya molekul-molekul. Ada beberapa ciri dari
rumpun teori ini yaitu :
rumpun teori ini yaitu :
1. Mengutamakan
unsur-unsur atau bagian-bagian kecil.
2. Bersifat
mekanistis.
3. Menekankan
peranan lingkungan.
4. Mementingkan
pembentukan reaksi atau respon.
5. Menekankan
pentingnya latihan.
Teori
ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-respon, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam
menghilangkan atau mengurangi tindakan benar, diikuti dengan menjelaskan
tindakan yang diinginkan.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slaving,2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
terpenting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan hal
yang penting untuk melihat terjadi atau tidak perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu pula bila penguatan dikurangi/dihilangkan maka respon
akan semakin lemah. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah
laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar. Hasil belajar disebabkan oleh kemampuan internal manusia tetapi karena
faktor stimulus yang menimbulkan respon. Agar hasil belajar optimal, maka
stimulus harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah direspon siswa.
Teori-teori belajar
dalam behaviorisme
a.
Teori
belajar Classical Conditioning
Teori
ini dilatarbelakangi oleh percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) dengan keluarnya
air liur. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan.
Dalam percobaannya Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan pada
anjing. Setelah diulang berkali-kali ternyata air liur tetap keluar bila bel
berbunyi meskipun makanan tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku
individu dapat dikondisikan. Artinya belajar merupakan suatu upaya untuk
mongkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap upaya
mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Menurut
teori ini belajar juga merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya latihan dan pengulangan.
b.
Teori
belajar Operant Conditioning
Jadi
suatu respon diperkuat oleh penghargaan berupa nilai yang tinggi dari
kemampuannya menyelesaikan soal-soal ujian. Pemberian nilai adalah penerapan
teori penguatan yang disebut juga “operant conditioning” tokoh utamanya
adalah Skinner yang mengembangkan program pengajaran dengan berpegang pada
teori penguatan tesebut. Program pembelajaran yang terkenal dari Skinner adalah
“programmed instruction” dengan menggunakan media atau buku atau mesin
pengajaran.
Skinner
adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses “conditioning” yang pada
prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya
hubungan antara stimulus dengan respon. Skinner mengadakan eksperimen dengan
menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, penampung makanan,
lampu, lantai dengan griil yang dialiri listrik (dikenal dengan nama skinner
box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan percobaannya. Berdasarkan
experimen tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap respon yang diikuti dengan
penguatan cenderung akan diulangi lagi. Setiap respon yang diikuti dengan
penguatan akan meningkatkan kecepatan terjadinya respon.
Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku.
c.
Modelling dan Observational learning
Teori Bandura adalah teori belajar
social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya
proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura
menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik
yang berkesinambungan antara kognitif perilaku dan pengaruh lingkungan.
Faktor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat,
produksi motorik, motivasi.
Bandura
mengembangkan 4 tahap melalui pengamatan atau modelling yaitu:
1. Tahap
perhatian
Individu memperhatikan model yang
menarik, berhasil, atraktif dan populer
2. Tahap
retensi
Bila guru telah mendapatkan perhatian
dari siswa, guru momodelkan perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan atau mengulangi model yang telah
ditampilkan.
3. Tahap
reproduksi
Siswa mencoba menyesuaikan diri denagna
perilaku model.
4. Tahap
motivasional
Siswa akan menirukan model karena
merasakan bahwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan
untuk memperoleh penguatan.
Konsep
penting lainnya dari teori belajar ini adalah pengaturan diri
(self-regulation). Dalam kegiatan belajar ini, individu mengamati perilakunya
sendiri, menilai perilakunya sendiri dan memperkuat atau menghukum diri sendiri
apabila berhasil ataupun gagal dalam berperilaku.
d.
Teori
Koneksionisme
Koneksionisme merupakan teori yang
paling awal dari rumpun behaviorisme. Menurut teori ini tingkah laku
manusia tidak lain dari suatu hubungan
antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons sebanyak-banyaknya.
Tokoh yang sangat terkenal mengembangkan
teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan eksperimennya belajar pada
binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thondike dengan “trial and error”. Thorndike menghasilkan
teori belajar “connectionism” karena
belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan
respons. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belaja yaitu ;
1.
Law of readines ( kesiaapan ) ada tiga
tahap yaitu :
Ø Apabila
individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku dan dapat
melaksanakannya, maka dia akan puas
Ø Apabila
individu tidak memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku tapi tidak
dapat melaksanakannya, maka dia akan kecewa
Ø Apabila
individu tidak memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku dan dipaksa
untuk melaksanakannya, maka akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
2. Law
of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan.
3. Law
of effect, belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang baik.
e.
Teori Modifikasi Perilaku Kognitif
Meichenbaum menyatakan bahwa
individu dapat diajarkan untuk memantau dan mengatur perilakunya sendiri. Cara
yang digunakan yaitu melatih individu yang terganggu emosionalnya untuk membuat
dan menjawab pertanyaannya sendiri. Ada 5 tahap kegiatan belajar mandiri yang
dikembangkan Meichenbaum, yaitu:
a. Model orang dewasa melakukan tugas
tertentu sambil berbicara dengan keras (Modeling kognitif).
b. Anak melakukan tugas yang sama
dibawah arahan pembelajaran dari model (bimbingan eksternal).
c. Anak melakukan tugas sambil
membelajarkan diri sendiri.
d. Anak membelajarkan dirinya dengan
cara berbicara pelan pada saat melanjutkan tugas.
e. Anak melakukan tugas untuk mencari
kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri sendiri.
Teori belajar modifikasi perilaku
koginitif ini menekankan pada modeling percakapan diri sendiri secara meningkat
berpindah dari perilaku yang dikendalikan oleh orang lain kepada perilaku yang
dikendalikan oleh diri sendiri, di mana individu menggunakan percakapan diri
sendiri pada waktu melaksanakan tugas.
f.
Teori belajar Conditioning
Guthrie
menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip, yaitu
prinsip asosiasi. Belajar merupakan suatu upaya untuk menentukan hukum-hukum,
bagaimana stimulus dan respon itu berasosiasi. Guthrie menyatakan bahwa respon
dapat menimbulkan stimulus untuk respon berikutnya. Perilaku manusia merupakan
deretan perilaku yang terdiri atas unit-unit reaksi atau respon dari stimulus
berikutnya. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena
itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus
dan respon bersifat lebih kuat dan menetap.
Konsekuensi
yang menyenangkan pada umumnya disebut sebagai penguat (reinforces), dan
yang tidak menyenangkan disebut sebagai hukuman (punishers). Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dalam teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus
respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan
oleh anak.
g.
Teori belajar menurut Harley dan
Davis
Prinsip-prinsip
belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Harley dan Davis
adalah :
1. Proses
belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut telibat secara aktif
didalamnya.
2. Materi
pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa
sehingga hanya perlu memberikan suatu respons tertentu saja.
3. Tiap-tiap
respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan
segera mengetahui apakah respons yang diberikan betul atau tidak.
4. Perlu
diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respons apakah bersifat
positif atau negatif.
2. Aplikasi dalam Pembelajaran
Behavioristik
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta
didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.
Dalam hal pembelajaran, peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Para
ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran menurut konsep
behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok, yaitu :
1) Tahap
akuisisi, tahap perolehan pengetahuan. Dalam tahap ini siswa belajar tentang
informasi baru;
2) Tahap
retensi, dalam tahap ini ninformasi atau keterampilan baru yang dipelajari
dipraktikan sehingga siswa dapat mengingatnya selama suatu periode waktu
tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpangan (storange stage), artinya
hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa depan;
3) Tahap
transfer, seringkali gagasan yang disimpan dalam memory sulit diingat kembali
saat akan digunakan di masa depan. Kemampuan untuk mengingat kembali informasi
dan menggunakannya dalam situasi baru (mentransfernya dalam pembelajaran yang
baru) tampaknya memang memerlukan bermacam-macam strategi, tetapi kelihatannya
amat bergantung kepada ingatan kita terhadap informasi yang benar.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran terutama berupa dirasakan
kurangnya memberi ruang gerak yang lebih bebas kepada siswa, sehingga kurang
dapat berkreasi, melakukan inovasi, bereksperimentasi, melakukan eksplorasi
untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya sendiri. Sistem pembelajaran
berbasis behaviorisme amat bersifat mekanistik-otomatis dalam menghubungkan
antara stimulus dengan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot,. Akibat lanjutnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan
potensinya.
Namun,
harus diakui bahwa teori behaviorisme ini relatif sederhana dan mudah dipahami
karena hanya berkisar sekitar perilaku yang dapat diamati dan dapat
menggambarkan beberapa macam hukum perilaku. Behaviorisme sering diterapkan
oleh guru yang menyukai pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment)
terhadap perilaku siswa. Kecuali itu, behaviorisme memang memiliki kekuatan
dalam perencanaan dan penilaian pembelajaran. Salah satu pilar kekuatan
behaviorisme, yaitu taksonomi bloom yang sampai saat ini masih banyak digunakan
dalam perencanaan dan penilaian pembelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar